Jumat, 19 Juni 2020

Confessions (2010): Generasi Stroberi yang Lembek



Film thriller adapasi dari novel besutan Kanae Minato membuatku berefleksi tentang remaja, karena saya sendiri juga mengajar di bangku sekolah menengah ke atas. Bagi yang pernah menonton film ini, ada banyak pandangan yang bisa diulas dan masih relevan hingga saat ini. Semuanya menarik dan berkualitas bagus.

Siapapun yang nyoba jadi guru baik, pasti akan berusaha berpikir positif (dan objektif) jika suatu saat menemui kasus menimpa muridnya. Yaa, setuju, pun mengamini niatan baik itu. Dan itu memang menjadi keharusan, di tengah penyakit stereotip yang masih dilakukan kami, para guru. Satu hal yang juga tak boleh diabaikan. Benang pembatas hubungan guru-murid pun mesti tegas, agar kami tak mudah kena manipulasi. Inilah yang susah, karena di usia remaja, mereka sudah pandai bermain peran (George H. Mead).

 Maka, kalau jadi guru tapi kudet (biasanya tipe kolot dn ignorant) dengan perkembangan trending di anak-anak muda, jangan pernah berharap untuk bisa paham atas fenomena-fenomena unik, aneh bahkan juga kelakuan juvenil mereka. Gak bakalan. Jadi, munculnya masalah penyimpangan remaja yg terus berulang, salah satunya karena kita tidak berusaha dengan baik untuk mengerti mereka.

Beberapa orang tua bertanya kenapa anak2 mereka berubah saat memasuki bangku SMP (biasanya kelas 8-9, game stage). Jadi pendiam di rumah, tidak terbuka, kasar dalam bertutur, bahkan ada yang jadi pembohong, dll. Itu lah secuil contoh dari rumitnya memahami remaja. No, no, no, ini bukan semata karena persoalan keluarga. Ini rumit dan pelik, karena mereka bukan robot yang disetel dengan program adjustable untuk jadi apa yang kita kehendaki.

Confessions mencoba mengulik dengan seksama karakter-karakter yang menempel di tiga pilar kehidupan yang mengitari remaja: keluarga, sekolah (guru dan teman), serta media. Walaupun film ini bercermin sepenuhnya dengan konteks masyarakat Jepang, tapi unsur-unsur dasarnya masih sangat mudah ditemui di sekitar kita. Perundungan, anak terlantar (kurang kasih sayang), kekerasan, keluarga berantakan, KDRT, tumbuh kembang media dg konten negatif yang sulit dikontrol, dll. You name it.

Percayalah, semua yang disebut di atas itu nyata, dan diperparah dengan penyalahgunaan komunikasi med-sos (peer interaction yg toxic). Banyak remaja jaman sekarang itu mirip seperti buah stroberi yang merah menyala, tapi lembek di dalam (baca: jiwa, mental). Umumnya, mereka yang hilang arah, karena bingung antara kehidupan keluarga, sekolah dan media, semuanya berkontradiksi.

Kredit gambar: Showtime







Tidak ada komentar:

Posting Komentar